Setibanya di toko, aku pun langsung mengambil snack yang aku mau. Lantas aku berniat untuk membayar. Pas kutanya, “Berapa ni, Bang?” si Abang yang jual bilang “Cepe”. Aku yang memang berasal dari Pontianak dan masih awam tentang dunia luar langsung keheranan. Aku bingung dan bertanya-tanya dalam hati apa maksud dari si abang tadi. Karena memang di daerah tempat tinggal ku nggak ada istilah ‘cepe’ ‘gope’ ‘nope’. Kalau seratus ya bilangnya juga seratus.
Aku berdiri mematung sambil memasang tampang bego (padahal emang bego). Aku pengin nanya tapi malu. Aku juga takut nanti disangkain kampungan dan menjadi bahan pergunjingan warga sekitar. Tampaknya si Abang telah tertipu. Dengan kadar ketampanan seperti ini, ia pasti mengira aku ini anak Jakarta, jadi dia juga nggak menyangka jika hal sekecil itu ternyata bisa berdampak besar bagi kelangsungan hidupku.
Cukup lama aku berpikir, menimbang-nimbang, dan akhirnya aku pun kalah oleh keadaan. Kata-kata terakhir yang aku bilang waktu itu ke Abang penjual adalah: “Bang, uang saya ketinggalan di rumah. Nanti saya balik lagi ke sini,” seraya meletakkan kembali snack yang tadi sudah kuambil.
Alhasil, hari itu harapanku pun musnah seketika. Layaknya popcorn yang berhamburan di bioskop ketika menonton film horror. Hatiku berserakan. berhamburan tak bertuan. Inilah patah hati pertamaku. Patah hati terhebat yang pernah aku rasakan. Dan aku pun pulang dengan tangan hampa sambil nangis kejer di jalanan Jakarta.
Cerita ini ditulis dan di-posting untuk mengikuti giveaway @romeogadungan
0 comments:
Post a Comment
kamu boleh komen apa aja. Ngasi masukan, mo protes, silahkan. Asal jangan kelewat horor aje..